Kamis, 16 Juni 2011

PUSAT STUDI BENCANA UNIVERSITAS BUNG HATTA

PUSAT STUDI BENCANA UNIVERSITAS BUNG HATTA

LATAR BELAKANG


Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana. Setiap tahun bencana alam (banjir, longsor, gempa bumi, angin topan, erosi DAS dan lain-lain) terjadi, menyebabkan banyak korban jiwa dan kerugian trilyunan rupiah.
Tingginya potensi bencana alam, selain disebabkan karena karena wilayah Nusantara berada di jalur vulkanik (ring of fire) yang berisiko terjadinya letusan gunung api, juga berada di kerak bumi yang aktif dimana tiga hingga lima patahan lempeng bumi bertemu bertumbukan dan menyebabkan pergerakan wilayah indonesia yang dinamis. Gempa bumi Aceh tahun 2004 dan Sumatra Utara tahun 2005 tercatat sebagai gempa bumi terdahsyat di dunia sejak tahun 1900.
Sedangkan gempa Aceh pada Desember 2006 yang letaknya di triple-junction antara Lempeng Eurasia, India, dan Australia, menyebabkan dasar laut di sekitar episentrumnya naik 20-30 meter. (www.kompas.com).

Bencana karena gempa dan tsunami memang tidak bisa dicegah manusia,namum data menunjukkan bahwa masih banyak jenis bencana lainnya yang sebagian besar sebetulnya bisa diprediksi bahkan dicegah karena berkaitan dengan kelalaian manusia dan salah kelola lingkungan hidup.

Setiap bencana menimbulkan permasalahan kemanusiaan yang serius serta dampak sosial bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Bencana yang umumnya terjadi dalam waktu singkat menghancurkan hasil pembangunan yang telah dirintis dan diperjuangkan dalam waktu yang lama. Selain menimbulkan korban jiwa, bencana menghancurkan perumahan, area pertanian dan perkebunan, infrastuktur perekonomian, infrastruktur publik, komunikasi dan transportasi, instalasi pengadaan air dan energi, serta bidang-bidang penting dan strategis lainnya. Bencana meluluhlantakkan seluruh aspek kehidupan manusia.

Tingginya intensitas dan semakin kompleksnya bencana dan kedaruratan, perlu menekankan upaya penanggulangan bencana secara sistematik (disaster management system). Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 memberikan landasan hukum dalam pembentukan sistem penanggulangan bencana. Namun sampai saat ini perspektif bencana belum menjadi bagian dalam kehidupan masyarakat.

Indonesi sebagai negara rawan bencana belum memiliki penanganan bencana yang memadai, meskipun dalam UU nomor 24 tahun 2007 secara jelas telah menyebutkan bahwa manajemen penanggulangan bencana mencakup pencegahan sebelum bencana terjadi, penanganan bencana yang sedang berlangsung dan penanganan pasca bencana. Dalam undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa penyelenggara penanggulangan bencana mencakup semua unsur/komponen, yakni : (a) Pemerintah, (b) Lembaga Usaha, (c) Lembaga Internasional, (d) Lembaga Masyarakat Sipil, (e) Akademisi, dan (f) Media Massa.

Khusus untuk daerah Sumatera Barat penanganan bencana masih harus memperbaiki diri, peraturan perundangan yang sudah ada perlu diratifikasi sesuai dengan kekhasan bencana yang ada didaerah ini. Masyarakat Sumatera Barat harus selalu diajak untuk tanggap terhadap bencana karena daerah ini memang komplek terhadap bencana dan penanganan bencana di masa mendatang harus dilakukan secara bersama-sama, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

Banyak lembaga pemerintah maupun swasta yang sudah mempunyai rencana aksi berkaitan dengan berbagai hal kebencanaan dan untuk memperkuat pelaksanaan rencana aksi ini diperlukan kepercayaan, kepedulian, jejaring kerjasama dan partisipasi aktif berbagai pihak, yakni antar instansi pemerintah, pemerintah daerah, swasta, masyarakat dan lembaga lainnya, termasuk perguruan tinggi
(PT).

Universitas Bung Hatta selama ini sudah melakukan beberapa aktifitas terkait dengan kebencanaan, namun masih bersifat sektoral. Padahal pengurangan risiko dan penanggulangan bencana adalah suatu pekerjaan yang sangat luas dan kompleks dimana diperlukan keterlibatan berbagai dimensi ilmu.

VISI
Menjadi pusat studi terkemuka untuk mengembangkan strategi penanggulangan bencana dengan menerapkan pengurangan resiko bencana.

MISI
• Menganalisis peraturan perundang-undangan dan kebijakan program pembangunan yang berisiko timbulnya bencana.
• Melakukan kajian dan menerapkan metode untuk pengurangan risiko bencana, efektivitas tanggap darurat saat bencana serta efektivitas rehabilitasi pasca bencana.
• Mengumpulkan data dan informasi sebagai dasar penetapan kebijakan dalam penanggulangan bencana.
• Memberikan pertimbangan mengenai pedoman dan prosedur tetap baik pada saat tanggap darurat, maupun rehabilitasi pasca bencana, terutama dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok korban, eliminasi dan reduksi dampak psikologis atau trauma bagi individu dan keluarga korban bencana.
• Memperbaiki persfektif masyarakat terhadap bencana
• Mengembangkan dan meningkatkan basis data dan penyebarluasan data untuk keperluan pengkajian.
• Memperkuat kapasitas teknis dan ilmiah untuk mengembangkan dan menerapkan metodologi dan berbagai model pengkajian terkait bencana.
Thesis

Bencana dapat dikelompokkan menjadi bencana alam dan bencana non alam,yaitu bencana yang disebabkan oleh perbuatan manusia. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan tingginya risiko bencana baik yang disebabkan oleh faktor alam maupun non alam antara lain : (a) kondisi alam serta perbuatan manusia dapat menimbulkan bahaya bagi makluk hidup, yang dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi, bahaya hidrometeorologi, bahaya biologi, bahaya teknologi dan penurunan kualitas lingkungan; (b) kerentanan yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta elemen-elemen di dalam suatu wilayah yang berisiko bencana; (c) kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat.
Dengan beragamnya faktor penyebab bencana serta luasnya ruang lingkup dan dimensi bencana sesuai UU No 24 Tahun 2007, maka dibutuhkan keterlibatan beragam keahlian dalam upaya mengatasi dan pengurangan risiko bencana, tidak terkecuali di bidang teknik.

Indonesia merupakan negara yang berada di jalur vulkanik (ring of fire) yang berisiko terjadinya letusan gunung api, juga berada di kerak bumi yang aktif dimana tiga hingga lima patahan lempeng bumi bertemu bertumbukan dan menyebabkan pergerakan wilayah indonesia yang dinamis, sehingga memiliki risiko bencana alam yang tinggi. Selain itu, kondisi negara Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang memiliki panjang pesisir yang luas, yang berkonsekuensi besarnya penduduk yang tinggal di pesisir dan bermata pencaharian nelayan, menyebabkan potensi korban bencana yang diebabkan oleh tsunami, abrasi pantai dan bahaya daerah pesisir lainnya.


Sumber bahaya lainnya adalah populasi penduduk Indonesia yang semakin meningkat sehingga membutuhkan ruang yang memadai. Sebagai akibatnya seringkali berimplikasi pada kebiajakan-kebiajkan pembangunan yang tidak mendukung kelestarian alam, seperti misalnya dalam pembangunan tata kota tidak mengindahkan konsep tata ruang yang sesuai, serta penebangan hutan yang tidak terkontrol dan dapat menyebabkan peningkatan aliran air permukaan yang tinggi dan tidak terkendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan di daerah satuan wilayah sungai.
Keadaan ini diperparah oleh kondisi wilayah Indonesia yang terletak di daerah iklim tropis dengan dua musim yaitu panas dan hujan dengan ciri-ciri adanya perubahan cuaca, suhu, dan arah angin yang cukup ekstrim. Kondisi iklim ini bila digabungkan dengan kondisi topografi permukaan dan batuan yang relative beragam, baik secara fisik maupun kimiawi, menghasilkan kondisi tanah yang subur. Sebaliknya kondisi itu dapat menimbulkan beberapa akibat buruk bagi manusia seperti terjadinya bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan dan kekeringan.

Banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia terutama pada musim hujan. Berdasarkan kondisi morfologinya, bencana banjir disebabkan oleh relief bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya. Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Timur.
Faktor yang mempengaruhi banjir adalah faktor meteorologi seperti hujan deras, angin, dan unsur cuaca lainnya. Besar/nilai peubah menentukan frekuensi dan intensitas kejadian banjir, faktor karakteristik biofisik DAS seperti topografi, penggunaan dan tutupan lahan, hydrologic soil group, dan karena faktor manusia seperti intervensi fisik ataupun teknis (dam, tanggul, culvert, irigasi), penggunaan air dan pengelolaan sumberdaya air.


Faktor yang mempengaruhi banjir lainnya adalah intervensi manusia seperti peningkatan laju populasi penduduk di Indonesia, konversi lahan pertanian yang tinggi, dan penebangan hutan yang tidak terkontrol. Peningkatan populasi menyebabkan kebutuhan ruang semakin meningkat, yang seringkali tidak mengindahkan konsep tata ruang yang mendukung pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut dapat menyebabkan peningkatan aliran air permukaan yang tinggi dan tidak terkendali sehingga terjadi kerusakan lingkungan di daerah satuan wilayah sungai. Penebangan hutan juga menyebabkan peningkatan aliran air (run off) yang dapat menimbulkan banjir bandang seperti yang terjadi di Kecamatan Bahorok dan Langkat (Sumatera Utara) pada tahun 2003, Kecamatan Ayah di
Kabupaten Kebumen (Jawa Tengah) dan Aceh Tamiang pada akhir tahun 2006 yang juga memakan banyak korban jiwa dan kerugian harta.

Untuk mengatasi masalah banjir, diperlukan suatu kajian yang holistic yang menyangkut berbagai disiplin ilmu seperti untuk permasalahan perubahan regime aliran akibat pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, perkembangan industry.

Bencana tanah longsor di Indonesia banyak terjadi di daerah yang memiliki derajat kemiringan lereng yang tinggi. Bencana ini umumnya terjadi pada saat curah hujan tinggi. Berdasarkan catatan kejadian
bencana, daerah yang sangat rawan terjadi bencana tanah longsor adalah sepanjang pegunungan Bukit Barisan di Sumatera. Hampir sebagian besar tanah di daerah tropis bersifat mudah longsor karena tingkat pelapukan batuan di daerah ini sangat tinggi dan komposisi tanah secara fisik didominasi oleh material lepas dan berlapis serta potensial longsor. Kestabilan tanah ini sangat dipengaruhi oleh kerusakan hutan penyangga yang ada di Indonesia.
Karena banyaknya penebangan hutan penyangga hutan, wilayah rawan bencana longsor di Indonesia semakin bertambah.
Mengatasi bencana tanah longsor merupakan tugas dari multidisiplin ilmu, untuk mengonsolidasikan ilmu-ilmu yang berkaitan,

Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk bencana yang semakin sering terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan dampak negatif yang cukup besar dalam hal kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragamaan hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim
mikro maupun global, menurunnya kesehatan masyarakat.
Kekeringan adalah suatu periode yang cukup panjang (beberapaa bulan atau beberapa tahun) dimana suatu wilayah yang luas mengalami kekurangan air, baik untuk kebutuhan manusia maupun lingkungan. Fakta menunjukkan bahwa kejadian kekeringan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari segi luas daerah yang mengalami kekeringan, tingkat kekeringan maupun lamanya. Bencana ini menjadi permasalahan serius jika menimpa daerah-daerah produsen tanaman pangan

ALAMAT

Pusat Studi Bencana Universitas Bung Hatta

Gedung F lantai II Kampus I Jl. Sumatera Ulak Karang Padang

Email : psb@bunghatta.ac.id